Bung Hatta, Membangun Negeri dengan Literasi

BUNG HATTA, MEMBANGUN NEGERI DENGAN LITERASI


Senin, 16 Agustus 2021 - 09:00:39


Jakarta—Kecintaan Bung Hatta kepada buku harus diteladani oleh masyarakat, terutama generasi muda.

Kecintaan ini terlihat dari pemikiran bahwa buku membuatnya bebas. Buku-bukunya selalu dibawa serta, bahkan saat mempersunting wanita pujaannya, sang Proklamator memberikan buku sebagai mas kawin. Perjuangan Bung Hatta didukung oleh ilmu pengetahuan yang didapat dari membaca.

Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando menyatakan internalisasi pemikiran Bung Hatta harus diterapkan oleh masyarakat. Dia berharap generasi muda Indonesia bisa meniru nasionalisme para pejuang kemerdekaan yang berjuang untuk bangsa, namun tetap mencintai buku.

“Sebagaimana kita tahu, ketika Bung Hatta kembali dari Belanda, beliau membawa kurang lebih 14 peti buku ukuran 1 x 1 meter, tingginya 1 meter. Tentu saja ini adalah bagian dari kecintaan Bung Hatta kepada buku,” jelasnya dalam talkshow Internalisasi Pemikiran Bung Hatta mengangkat tema ‘Dengan Literasi Membangun Negeri’ yang diselenggarakan secara daring pada Kamis (12/8/2021). Talkshow yang diselenggarakan UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta di Bukitinggi ini digelar bersamaan dengan perayaan hari lahir Bung Hatta yang jatuh pada 12 Agustus.

Syarif Bando menambahkan, pemimpin bangsa sebelum meraih kemerdekaan, tidak sibuk mengumpulkan harta dan persenjataan, tapi mereka sibuk membaca buku yang terbit di dalam maupun luar negeri. “Semua orang harus tahu betapa tulus hati para pejuang-pejuang kita terdahulu,” ujarnya.

Pada masa lampau, pejuang harus menghadapi banyak tantangan, baik fisik, mental, bahkan jiwa untuk meraih kemerdekaan. Namun kini, menurut Syarif, tantangan yang dihadapi bangsa sudah berubah. Persaingan global dalam menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas, harus dipenuhi. Ini merupakan parameter dari capaian tertinggi tingkatan literasi.

“Kita tidak bisa menafikkan banyak capaian selama 76 tahun kemerdekaan, tetapi tantangan kita adalah menanamkan rasa nasionalisme, perjuangan terhadap generasi milenial, yang tidak pernah menghadapi tantangan fisik. Mereka menghadapi tantangan global, sejatinya pertarungan global saat ini adalah tingkat kemampuan indeks literasi,” ujarnya.

Karena itu, ujarnya, harus dipahami bahwa membaca buku itu penting. Perpustakaan harus bisa menjadi tempat untuk masyarakat dalam mendapatkan ilmu pengetahuan dan informasi.

Sementara itu, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar menjelaskan pihaknya tengah menyiapkan Bukittinggi Kota Bung Hatta. Upaya branding kota dan sejumlah kegiatan disusun untuk mendukung hal ini. Sejumlah aspek dikaji, terutama di dunia pendidikan, agar peserta didik gemar membaca dan mahasiswa mempunyai pemikiran kritis terhadap isu nasional, tidak hanya kedaerahan.

“Saya install ulang semua, kita semua mengambil ide-ide dari Bung Hatta,” sebut wali kota berusia 34 tahun ini.

Halida Hatta mengungkapkan Bung Hatta menerapkan kecintaan atas buku kepada keluarganya. Setiap pekan, Halida Hatta dan dua kakaknya selalu diberi buku dan dibacakan buku. Bahkan Bung Hatta terkadang membaca buku dalam bahasa Belanda dan diterjemahkan langsung ke Bahasa Indonesia.

“Jadi membaca itu juga memerlukan mencerna, nah ketika ingin mencerna seperti apa, kami bertanya kepada ayah dan ibu, sehingga komunikasi dalam keluarga terjalin. Dan ketika membaca imajinasi kami semakin berkembang,” ungkap putri ketiga Bung Hatta tersebut.

Membangun kegemaran membaca di generasi muda bisa dilakukan melalui keluarga dan sekolah. Dia mengajak orang tua dan guru agar kreatif dalam membangun kecintaan buku kepada anak, sejak dini. Anak distimulasi untuk menggambar, kemudian diminta untuk menceritakan gambar tersebut dan menulisnya. “Jadi bermain dan berimajinasi dengan buku,” tambahnya.

Duta Baca Indonesia Gol A Gong menilai minat baca masyarakat Indonesia tidak seburuk yang sering disebut dalam survei internasional. Sang Proklamator memberikan keteladanan betapa kecintaan kepada buku membawanya kepada kesuksesan. Bahkan menurutnya, Bung Hatta berhasil menancapkan tonggak sejarah literasi bangsa melalui pemberian mas kawin berupa buku.

“Bung Hatta menginspirasi banyak orang, ini semacam tonggak bahwa literasi di Indonesia tidak seburuk yang mereka sangkakan. Karena founding father sudah mencontohkan, bagaimana mereka menegakkan tonggak literasi,” sebutnya.

Dia mengusulkan agar perayaan hari lahir Bung Hatta dilakukan dengan pendekatan kekinian, agar bisa menyentuh generasi Z. “Literasi di Indonesia hanya perlu bergaya sedikit, bagaimana masa lalu dan masa kini dikolaborasikan,” pungkasnya.

Reporter: Hanna Meinita

Sumber : perpusnas.go.id