Teknologi telah mengubah cara kita mengakses informasi. Anak muda lebih suka mencari informasi online melalui internet daripada berkunjung ke perpustakaan. Apalagi dengan kehadiran Ai, semakin banyak kebutuhan anak-anak muda yang bisa diperoleh tanpa harus datang ke perpustakaan.
Perpustakaan perlu menghadirkan koleksi buku yang menarik dan relevan dengan minat anak muda. Ini melibatkan pembaharuan koleksi secara berkala. Para penulis buku juga harus berfikir kreatif, bagaimana seorang penulis buku mampu menulis buku yang mampu menarik perhatian anak muda. Dengan cara ini, kita tidak fokus hanya menyalahkan anak muda yang dianggap malas baca buku. Padahal, jangan-jangan, salah satu penyebab anak muda malas baca buku karena memang minimnya penulis buku yang bisa menulis buku sesuai dengan kebutuhan anak muda sekarang?.
Selama ini mungkin banyak pustakawan mengklaim jika kegiatan dan program perpustakaan mereka sudah bagus. Padahal, itu semua “klaim” mereka sendiri, padahal yang berhak mengklaim program dan kegiatan sebuah perpustakaan bukanlah hak si pustakawan, melainkan hak pemustakalah yang berhak menilai. Selama ini banyak perpustakaan yang membuat program dan kegiatan tanpa riset dan melibatkan pemustaka dalam membuat program dan kegiatan. Akibatnya, program hanya dibuat asal sesuai kehendak si pustakawan, yang penting ada kegiatan untuk buang anggaran.
Sumber daya digital seperti e-book dan akses online ke jurnal akademik harus tersedia dalam jumlah yang memadai. Sayangnya, biaya untuk berlangganan koleksi digital yang legal masih tergolong mahal, sehingga banyak perpustakaan tidak mampu membayar untuk berlangganan.
Saat ini banyak orang tua yang mengeluhkan saat ingin mengajak anak-anak datang ke perpustakaan di luar jam kerja, perpustakaan justru sudah tutup. Kondisi ini mengakibatkan orang jadi malas berkunjung ke perpustakaan. Perpustakaan harus memiliki jam operasional yang fleksibel, termasuk hari libur dan akhir pekan. Namun sepertinya pemenuhan ini akan sulit dilakukan karena terkait dengan keterbatasan anggaran perpustakaan untuk memberikan gaji tambahan untuk pustakawan. Khususnya lagi untuk pustakawan yang sudah berstatus ASN, bekerja diluar jadwal 5 hari kerja akan dianggap sebagai pekerjaan yang sangat MEMBERATKAN. Apalagi jika tidak ada tambahan gaji untuk menjalankan tambahan jam layanan.
Secara teori, hampir setiap acara seminar, workshop, dan diklat untuk para pustakawan, hal yang mutlak wajib dilakukan adalah dalam hal layanan keramahtamahan para pustakawan. Namun sayangnya, teori yang sangat penting ini, implementasinya masih saja banyak perpustakaan yang staf perpustakaanya kurang ramah dalam melayani pemustaka. Padahal, baiknya pelayanan yang ramah dan ringan membantu dari staf perpustakaan dapat meningkatkan minat anak muda untuk datang ke perpustakaan.
Perpustakaan perlu aktif mempromosikan diri dan meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya anak muda, tentang manfaat dan layanan yang mereka tawarkan. Khusus yang satu ini, terkadang masih sering dilakukan hal-hal yang biasanya justru buang-buang anggaran. Contoh misalnya, pustakawan seharusnya lebih banyak promosi program dan kegiatan yang menarik untuk dipromosikan ke masyarakat. Namun lucunya, justru anggaran lebih banyak dihabiskan untuk membuat kegiatan yang sifatnya bersifat ceremonial yang justru pesertanya lebih banyak didominasi para pustakawan sendiri. Akibatnya para pustakawan merasa kalau mereka sudah membuat program yang sangat bagus dengan anggaran yang besar, TAPI DAMPAKNYA untuk masyarkat justru sangat kecil terasa.
Dalam mengatasi alasan-alasan di atas, perpustakaan perlu berinovasi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk sekolah, perguruan tinggi, dan komunitas lokal. Dengan upaya yang tepat, perpustakaan dapat menjadi tempat yang menarik dan relevan bagi anak muda, membantu mereka mengembangkan minat dalam membaca dan pengetahuan.